Pearls in the sand

Pearls in the sand

Thursday, 29 March 2018

Nukilan seorang pendosa

Ini lagu seorang pendosa
ketika mulutnya suka menuturkan dusta, fitnah dan makian semata,
dan telinganya selalu dahagakan mungkar dan lagha,
ketika matanya hanya menginginkan keasyikan dan kehendak nafsu,
dan seluruh anggota zahirnya memilih untuk tidak tunduk
sementara hati tidak menyanggah,
malah mengangguk setuju.

Inilah syair seorang pendosa
mengharap sinar pada musim kelabu
mencari setitis air di tanah gersang
mengangankan berteman bintang di langit
sedang debu di bumi pun tidak ingin menyelimuti.

Ini sesungguhnya sendu seorang pendosa
berkali-kali menghirup murka
berulang kali juga menagih redha,
berkali-kali tertawa di pagi hari
berulang kali juga merintih di dini hari.

Masih adakah ruang untuk sempitnya nafas seorang pendosa
masih mampukah mengheret langkah di hujung tebing,

Masih adakah keampunan di akhir penderhakaan...

















Thursday, 8 March 2018

Jika kita tidak boleh bersabar dengan kesusahan,
apakah mungkin kita boleh bersyukur bila dikurniakan kesenangan?
Yang sedikit pun kita sering berkeluh-kesah, pasti yang banyak pun tidak akan cukup buat kita.

Hakikat nafsu - tidak mungkin cukup, tidak pandai bersyukur, susah pula untuk bersabar. Menyalahkan takdir sudah menjadi kebiasaan. Menghukum oranglain sudah menjadi seperti lauk harian.

Ke manakah sebenarnya tujuan kita dalam hidup ini?
Apakah yang kita inginkan sebenarnya?
Bagaimanakah pengakhiran hidup yang kita angankan?

Atau semua ini hanya berlegar di luar kotak fikiran, kerana ianya soal remeh yang tak punya jawapan?

Berlarilah...mungkin kita belum terasa lelah lagi. Kerana itu mungkin kita belum lagi belajar akan hakikat sabar dan syukur. Mungkin juga kita hanya terikut-ikut dengan acuan hidup yang nafsu kita dan oranglain telah bentukkan. 

Mungkin nanti - mudah-mudahan, akan ada perhentian yang Allah pilihkan untuk kita di hadapan.
Dan mungkin waktu itu kita akan memahami hakikat hidup yang sebenarnya. Dan mungkin...mungkin waktu itu kita baru akan bermula untuk menanamkan iman, mematuhi syariat dan menyempurnakan akhlak. Bukankah itu maksud sebenar menjadi Islam dan mukmin sejati?

Atau...
Atau apakah penangguhan yang 'mungkin' berpanjangan itu akan didahului oleh kematian yang menjengah di pertengahan jalan?
Mungkinkah.....?



Tuesday, 6 March 2018

Di Balik Tabir Kematian

...mengapa ia menjadi lupa akan kematian?
Bagaimana ia boleh tertipu oleh sarana-sarana kesenangan yang tidak bermakna itu?
Bagaimana ia membanggakan kekuatan masa mudanya?
Kenapa ia boleh begitu ceria dan bersenang-senang sehingga lalai dari kematian yang datang begitu cepat, dan dari kehancuran yang telah menanti di hadapannya?
Dan bagaimana ia pernah pergi ke sana ke mari, lalu sekarang kaki dan tulang-tulang sendinya sudah membusuk di dalam kubur?
Dulu ia sangat fasih berbicara, tetapi sekarang ulat-ulat telah habis memakan lidahnya.
Ia yang dulu gemar tertawa terbahak-bahak, kini tanah telah melumat habis gigi-giginya.
Bagaimana ia dulu pernah mempersiapkan sesuatu yang sebenarnya yang sudah tidak berguna dalam waktu sepuluh tahun mendatang, padahal saat itu antara ia dan kematian terpisah oleh waktu satu bulan saja, sementara ia dalam keadaan lalai terhadap sesuatu yang telah direncanakan untuk dirinya sendiri, sehingga akhirnya kematian menjemputnya pada saat yang sama sekali tidak ia perhitungkan?
(Di Balik Tabir KeMATIan - Imam Al-Ghazali)
* ...di atas bait-bait nafas yang kian lelah, tidak inginkah lagi menghisab diri..?